Cari Blog Ini

Selasa, 05 April 2011

PERMASALAHAN (Perambahan dan Pertambangan)

Posting blog oleh Nanang Sasmita, M.Si

Perambahan dan Pemukiman di Dalam TN Kutai

Vayda dan Sahur (1996) mengelompokkan pemukim di TN Kutai berdasarkan 3 wilayah, yaitu (1) Teluk Pandan, disebutkan bahwa pemukim dari Bugis yang berasal dari Bone, Sulawesi Selatan, datang pertama kali pada pertengahan tahun 1960 untuk menghindari kesulitan ekonomi akibat pemberontakan Kahar Muzakar, (2) Selimpus/Kandolo, dihuni pertama kali tahun 1974 dan berkembang tahun 1977 oleh Suku Bugis dan (3) Sangkima, yang dihuni pertama kali tahun 1924 oleh Suku Bugis. Saat itu, Sangkima merupakan hunian peladang berpindah bagi penduduk asli. Keduanya berasimilasi dan semakin banyak pemukim yang berasal dari Selawesi Selatan pada tahun 1954 dan 1960 karena pemberontakan Kahar Muzakar.

Ketiga kampung di TN Kutai tersebut berkembang dan diakui keberadaannya oleh Gubernur Propinsi Kalimantan Timur dengan menetapkannya sebagai desa definitif (Teluk Pandan, Sangkima dan Sangatta Selatan) melalui Keputusan No. 06 Tahun 1997 tanggal 30 April 1997. Dalam perkembangannya, Desa Sangatta Selatan dipecah menjadi dua desa, yaitu Desa Sangatta Selatan dan Singa Geweh dengan adanya Keputusan Gubernur Kalimantan Timur No. 410.44/K.452/1999.

Beroperasinya industri perkayuan, pertambangan batubara, minyak bumi, gas alam dan pupuk di sekitar dan di dalam TN Kutai pada tahun 1970-an dan 1980-an telah menjadikan Bontang dan Sangatta menjadi dua kota tujuan masyarakat pendatang, sehingga keberadaan masyarakat pendatang tidak bisa dihindari lagi.

Luasan TN Kutai beberapa kali mengalami pengurangan, mulai dari penyediaan dan perluasan daerah industri hingga kepentingan pemerintah daerah. Hal ini menyebabkan wacana berpikir baik bagi masyarakat maupun pemerintah daerah bahwa kawasan TNK dapat dialihfungsikan bagi kepentingan yang lain, selain kepentingan konservasi. Wacana berpikir seperti itulah yang pada akhirnya memunculkan spekulan-spekulan tanah di dalam kawasan.

Tahun 1990 disepakati perjanjian pinjam pakai lahan oleh Departemen Kehutanan dan Departemen Perhubungan untuk membangun jalan trans Kalimantan di dalam TN Kutai. Secara tidak langsung, hal ini mengakibatkan semakin tingginya akses yang dimiliki masyarakat untuk masuk ke dalam kawasan.

Sangatta yang ditetapkan sebagai ibukota Kabupaten Kutai Timur membutuhkan lahan bagi pembangunan infrastuktur. Kekhawatiran beberapa pihak terhadap perkembangan Sangatta setelah ditetapkan menjadi ibukota Kabupaten Kutai Timur menjadi kenyataan. Dalam rencana tata ruangnya, Kota Sangatta di masa depan akan dikembangkan dengan dibangunnya beberapa fasilitas umum seperti bandara, jalan lingkar, asrama polisi dan terminal yang semuanya akan dibangun di dalam kawasan TN Kutai yang ingin di-enclave.

Sisi lain pada era reformasi, telah mengubah perilaku masyarakat yang tidak kondusif terhadap pengelolaan TN Kutai. Sekarang ini masyarakat beranggapan bahwa TN Kutai yang menumpang pada desa-desa, bukannya masyarakat yang menduduki/merambah kawasan TN Kutai.


Kandungan Batubara dan Kebijakan Pemekaran Wilayah

Nilai TN Kutai yang bukan hanya dipahami sebagai bank plasma, namun juga sebagai kawasan yang potensial dengan kandungan batubara, akhirnya harus sampai pada polemik untuk mempertahankan TN Kutai atau mengkonversinya menjadi pertambangan batubara. Di sekitar kawasan TN Kutai terdapat banyak perusahaan batubara seperti PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC). Pertambangan batubara berdampak pada hutan alami menjadi lahan yang terbuka, tandus dan kritis. Polemik lain yang ada berangkat dari keinginan dari Pemerintah Kabupaten Kutai Timur untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dengan memberikan Surat Keterangan Izin Peninjauan (SKIP) Nomor: 004.8/Bup.Kutai/Distamb.III.2/ SKIP-BB/ VII/2002 tanggal 8 Juli 2002 yang diberikan kepada PT Emas Goldenbell, yang menstimulir maraknya aktivitas pembukaan lahan. Aktivitas pembukaan lahan juga dipicu adanya upaya pemekaran wilayah di desa-desa enclave, yang memberikan ruang bagi para pendatang untuk membuka lahan di TN Kutai.